Pembelajaran Daring Yang "Menyenangkan" - Secuil Kisah dan Hikmah Di Belakangnya

 

Logo PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
Sumber: https://www.gurupenggerakindonesia.com

Cerita Satu

"Assalaamu'alaikum!" sapa seorang ibu di seberang sambungan telepon. Terdengar dengan nada yang terkesan keadaan darurat. Ibu tersebut adalah guru mata pelajaran biologi yang merupakan rekan kerja sekantorku. Usia beliau mendekati 50 tahunan

"Wa'alaikum salam!" jawabku

"Pak, njenengan (Anda - Bahasa Jawa) sedang ada dimana?"

"Sedang ada di ruang komputer bu, ada apa ya?"

"Bisa bantu saya sebentar di ruang daring kelas dua belas tidak?"

"Oh ya, sebentar saya langsung ke situ"


Setelah ku tekan tombol ctrl + s aku menuju ke ruang daring kelas dua belas


"Ada apa bu?"

"Eh, begini pak, ini saya kan sedang membuat soal di form" sambil memperlihatkan tampilan jendela editor Google Form. "Nah tadinya niatan saya itu mau menyatukan dua bagian, yaitu bagian soal dengan bagian kosong ini, untuk itu saya hapus judul bagian soal dengan cara klik hapus bagian ini (bagian soal), lha kok soal saya malah hilang semua? bisa dikembalikan tidak pak? soal yang saya buat sudah banyak pak"

"Inshaallah masih bisa bu, selama jendela browsernya belum ditutup, coba klik saja urungkan." jawabku sambil menunjuk letak menu urungkan


Letak menu setting urungkan pada Google Form

"Kok engga bisa pak?" tanya ibu guru tersebut setelah sekian kali percobaan mengklik menu urungkan

"Tadi jendela browsernya belum ibu tutup kan? karena kalau sudah ditutup biasanya ya akan hilang" jawabku

"Belum saya tutup kok, tadi saya hanya klik tombol uwer-uwer (yang dimaksudkan adalah ikon reload) ini dengan niatan undo" kata ibu guru tersebut setelah sekian kali percobaan mengklik menu urungkan

"Oh, itu namanya tombol muat ulang atau disebut juga reload bu, jika ibu tadi sudah nge-klik tombol itu ya artinya sama saja ibu sudah seperti menutup jendela browser" jawabku mencoba menjelaskan, meski dalam hati sebenarnya belum yakin dengan jawabanku sendiri

Demikianlah sebuah cerita yang cukup panjang yang saya kisahkan dari kejadian nyata yang saya alami. Cerita yang melengkapi gambaran betapa "gagap"nya sebagian guru di Indonesia juga saya sendiri pada teknologi informasi. Kenyataan tersebut seolah membenarkan kepada apa yang disampaikan oleh Gogot Suharwoto yaitu Kepala Pusat teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang dimuat dalam portal berita Republika.co.id tertanggal 24 Oktober 2020 yang menyebutkan bahwa hanya sekitar 40 persen guru di Indonesia yang melek IT.

Jika hanya untuk menuruti bisikan kata "andaikan", maka pendemi Covid-19 yang dianggap mulai menjadi ancaman bagi Indonesia sejak sekitar bulan Maret 2020 harusnya tidak terlalu menjadi masalah bagi jalannya Pendidikan di Indonesia. Hanya saja memang harus kita akui bahwa maju-mundurnya pembangunan (termasuk didalamnya pendidikan) di Indonesia adalah tugas bersama. Fakta lainnya adalah kondisi geografis Indonesia yang sangat beraneka ragam yang tentu menjadi tantangan tersendiri, meski menjadi sebuah pertanyaan apakah pantas menjadikan hal tersebut sebagai suatu alasan jika kita ternyata tidak melangkah serta tidak pula berbuat sesuatu yang positif.

Kembali pada cerita yang saya sampaikan di awal tulisan ini. Beberapa pesan moral yang dapat kita ambil pelajarannya adalah:

  1. Tidak ada kata terlambat untuk belajar
  2. Meski awalnya dipaksa oleh keadaan, sebagian kita yaitu guru Indonesia kembali menyegarkan isi kepalanya dengan hal-hal baru khususnya dalam bidang tekonologi informasi (TI). Di antara sebagian dari kita ada yang mencoba untuk mengenal dunia blogging, meski sebenarnya blogging bukanlah hal baru dalam dunia TI. Sebagian lainnya banyak juga yang menjadi pegiat teleconference seprti Zoom atau Google Meet.

  3. Tidak ada kata berhenti untuk melakukan kebaikan
  4. Meski di masa pandemi dan harus stay at home, mendidik generasi penerus bangsa tidak boleh berhenti. Meski mungkin sebagian besar diantara kita motivasi dasarnya adalah lebih karena pekerjaan, bukankah tidak ada hal yang sia-sia jika kita bisa mengambil manfaat mendulang amal kebaikan di sana.

  5. Diantara orang yang terbaik diantara kita adalah yang paling berperan positif bagi sesama
  6. "Janganlah pelit akan ilmu" demikian pesan saya kepada orang-orang terdekat. Juga sebuah pesan bijak bahwa "Yang di atas sana sama sekali tidak menyia-nyiakan amal kebaikanmu, maka janganlah kau dasarkan semua yang kau lakukan atas dasar kekayaan materi semata".

  7. Apapun yang menimpa kita, itu adalah baik untuk kita
  8. Mungkin kita lebih sering menyadari hal tersebut setelah lewat suatu masa dalam kehidupan kita. Terkait pandemi Covid-19 diantaranya kita bisa melihat merebaknya kegiatan-kegiatan webinar, workshop, ataupun diklat-diklat daring. Bukankah adalah kebaikan bagi kita seandainya kita bisa penuh kerelaan menerima apapun yang menimpa kita?


Logo KOGTIK (Komunitas Guru TIK dan KKPI)
Sumber: https://www.gurupenggerakindonesia.com

Cerita Dua

"Iya pak, jadi ceritanya pada saat saya sampaikan kepada siswa Si A jika ia menjawab soalnya lebih dari sekali (soal dalam bentuk Google Form). Jawab si A begini, itu bukan saya bu yang njawab"

Komentar salah seorang ibu guru lainnya saat kami sedang memperbincangkan indikasi kecurangan yang dilakukan oleh peserta didik saat evaluasi menggunakan Google Form.

Diantara hal yang saya lihat menjadi salah satu keterbatasan Google Form dalam penggunaannya sebagai media evaluasi berbasis daring adalah Google Form dapat dikerjakan lebih dari sekali. Meski form sudah kita setting hanya menerima satu tanggapan. Caranya adalah dengan mengerjakan form tersebut dengan akun fake. Tentu keterbatasan tersebut ada diantara sekian banyak kelebihan yang dimiliki oleh Google Form.

Diantara cara mensiasatinya (setidaknya untuk mengurangi indikasi kecurangan tersebut) adalah:

  1. Menggunakan Google Suite, karena di dalamnya ada pengaturan perijinan interaksi data dari dalam ke luar domain ataupun sebaliknya.
  2. Mengintegrasikan Google Classroom dengan pihak ketiga seperti Quizizz (tepatnya bukan menyiasati Google Form)
  3. Memberikan pembatasan waktu pengerjaan menggunakan plug-in ataupun add-on untuk Google Form
  4. Mengatur pembatasan waktu menerima tanggapan secara manual, yaitu dengan mematikan tombol "menerima tanggapan" jika sudah sampai batas akhir waktu pengerjaan form

Diantara kekurangan model pembelajaran daring menurut beberapa sumber adalah kurangnya keautentikan hasil pembelajaran. Contoh jelasnya dalam hal pengawasan evaluasi, pengawasan pembelajaran daring secara penuh menjadi lebih sulit. Menjadi pertanyaan setelah kita mendapatkan hasil dari sebuah kegiatan evaluasi daring adalah apakah hasil tersebut benar-benar secara otentik dan valid menggambarkan diri peserta didik.

Bahkan dalam pengawasan ajang kompetisi sains tahun 2020 untuk tingkat propinsi Jawa Tengah yang dahulu bernama OSN Tingkat Propinsi, pengerjaan dan pengawasan seleksinya menggunakan dua PC yang salah satunya digunakan untuk pengawasan secara teleconference (menggunakan Zoom)

Beberapa pesan moral yang dapat kita ambil pelajarannya dari cerita dua adalah:

  1. Pentingnya menanamkan keimanan dan kejujuran kapanpun dan dimanapun
  2. Dalam setiap evaluasi pada tahun-tahun terakhir pembelajaran yang saya lakukan, saya tidak pernah membagi peserta didik dalam dua kelompok misal ganjil-genap untuk kemudian dilakukan "ulangan" secara bergantian. Saya selalu menyampaikan di awal pertemuan dan disetiap pertemuan, agar anak berusaha sungguh-sungguh, setelah itu kerjakan semaksimal yang peserta didik mampu. Masalah hasil, biarlah menjadi urusan nanti yang tak perlu dirisaukan. Tuhan selalu mengaasi kita.

    Pada masa awal saya memilih cara ini, saya menangkap beberapa peserta didik seolah menjadikan itu sebagai bahan candaan. Akan tetapi sejauh yang saya lihat (meski belum saya evaluasi dengan hasil penelitian), cara yang saya pilih cukup efektif untuk meminimalkan kecurangan. Di sisi lain, saya berusaha untuk tidak memberikan rasa ketakutan untuk pembelajaran remedial.

  3. Perbuatan adalah pengajaran terbaik
  4. Apalagi di jaman sekarang, jka kita melihat beberapa orang yang mungkin dianggap sebagai tokoh negeri ini dimana beberapa yang mereka lakukan dianggap bertentangan dengan apa yang mungkin oleh kebanyakan masyarakat dikatakan "harusnya begini". Meski memang harus diakui dikarenakan sedikit keburukan, sekian banyak kebaikan seseorang bisa tidak terlihat sama sekali.

  5. Ungkapan sebagian orang, bahwa apa yang disampaikan dari hati maka akan masuk ke hati
  6. Sampaikanlah kebaikan-kebaikan dengan tulus berasal dari hati terdalam, inshaallah akan dimudahkan untuk bisa diterima oleh hati peserta didik kita

Demikian semoga bermanfaat, salam hangat dari saya - Mohamad Iqbal a.k.a Ahmad Fata

3 Comments

Terimakasih telah menyempatkan diri untuk mampir di blogku ini, dan aku akan sangat berterima kasih jika tulisanku dalam blog ini dikomentari

  1. keren .. terimakasih sharenya .. alhamdulilah dapat ilmu

    ReplyDelete
  2. Ungkapan sebagian orang, bahwa apa yang disampaikan dari hati maka akan masuk ke hati
    Sampaikanlah kebaikan-kebaikan dengan tulus berasal dari hati terdalam, inshaallah akan dimudahkan untuk bisa diterima oleh hati peserta didik kita
    lahir dari guru ikhlas
    salam kenal
    https://www.gurusumedang.com/

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih telah menyempatkan diri untuk mampir di blogku ini, dan aku akan sangat berterima kasih jika tulisanku dalam blog ini dikomentari

Post a Comment

Previous Post Next Post